Sabtu, 15 November 2008

Akhirnya...

Assalamualaikum wr.Wb.
Ya, akhirnya... kata-kata itu terucap ketika akhirnya saya berhasil dengan susah payah (hehehe, mendramatisir banget...) nonton pilem Lasykar Pelangi di theater. Tapi itu bukan berarti capek nunggu cd bajakannya ga muncul2 , coz satu bulan lalu sebenernya saya dah dapat 4 tiket waktu masih di Malang, namun karena dapat tiket sore, akhirnya karena satu hal dan lainya, tiket tersebut saya jual lagi (hehehe, cari untung ...).

Eniwei, bener kata teman2, meski tidak bisa menggambarkan isi novel aslinya seratus persen, pilem ini lumayan bagus ditonton buat mengingatkan kita tentang masih rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Bayangkan saja, di Belitong yg kaya dengan sumber daya alam, masih banyak anak2 yg tidak mampu sekolah (mungkin sekarang sudah tidak ada lagi). Diantara sekian banyak hal yg bisa kita petik dari pilem ini adalah perjuangan seorang guru sangat patut dihargai. Bu Muslimah dan Pak harfan contonya,di tengah himpitan keadaan yg serba susah masih berjuang dengan semangat agar sekolah satu2nya yg berbasis akhlak itu tidak ditutup. Mata saya sempat berkaca-kaca ketika beberapa kata hikmah keluar dari mulut sang penjaga sekolah (saya lupa namanya), bahwa meski sekolah tersebut tidak mampu lagi membayar gaji gurunya, meski hanya tiga orang, mereka tidak menyerah. Dia mengatakan " bahwa mendidik itu bukan sekedar dengan angka-angka, sebagaimana keadaan sekolah masa kini. Mendidik itu dengan hati, katanya...". Saya teringat dulu waktu sekolah di desa, bayarnya pake beras, bahkan ketika Aliyah, masih ada salah seorang guru saya yg tidak mau mengambil sepeserpun gajinya. Subhanallah....Namun beliau memiliki kedudukan yg mulia di hati kami para muridnya, sebagaimana Pak Harfan di mata Lasykar Pelangi. Dan hasilnya, lahirlah pribadi2 besar seperti lintang, ikal, mahar dan lain2, meski mereka adalah orang2 yg tidak mampu.

Memang, ditengah kemajuan pendidikan saat ini, sebagian besar sekolah hanya mengajarkan anak didiknya, bagaimana lulus dengan nilai tertinggi dan menjadi juara, tentu dengan biaya yg setinggi-tingginya. Mereka seakan lupa bahwa pendidikan bukan komoditas dagangan yg bisa diperjualbelikan. Sementara sisi empati, kepedulian, rendah hati, kemauan berbagi dan lain sebagainya seakan hilang tercerabut dari hati peserta didik. Kita tentu masih ingat betapa banyak pejabat yg saat ini dibidik KPK karena kasus korupsi, menariknya hampir sebagian besar adalah Sarjana dan lulusan terbaik di kelasnya. Itulah, hasil dari pendidikan yg hanya mengandalkan nilai2 angka dan mengabaikan nurari atau pendidikan akhlak.....

akhirnya, Filem ini jg seakan memberi semangat, bahwa :

" ORANG MISKIN PUN BERHAK BERCITA-CITA ".

Hidup orang Miskin......

(Dedicated for my Lovely Friends at Al-Amin Mlg, Mr.Dany_Pak Giek_Bu Nuri,Bu_Nari dan semuanya, Bersemangatlah dan jangan pernah menyerah....)

Tidak ada komentar: